Rabu, 03 Oktober 2012

POLITIK (ARISTOTELES)


Politik
(Aristoteles)

            Politik, karangan Aristoteles ini merupakan titik pangkal dari pembahasan kehidupan politik di dunia barat. Hal ini disebabkan karena tulisan ini merupakan karya pertama yang membahas secara mendetail mengenai bentuk bentuk pemerintahan dan kehidupan politik lainnya. Menurut Aristoteles, bentuk negara yang baik adalah jika kebijakan yang diambil oelh negara tersebut merupakan sesuatu yang berdasarkan atas kepentingan umum/setiap individu. Sedangkan bentuk pemerintahan yang kebijakannya hanya berdasar kepada oknum penguasa/elit merupakan bentuk pemerintahan yang buruk.
            Menurut Aristoteles, bentuk pemerintahan yang baik adalah Monarki, Aristokrasi, dan Politeia. Sedangkan bentuk pemerintahan yang buruk sesuai urutan diatas adalah Tirani, Oligarki, dan Demokrasi. Monarki dianggap sebagai pemerintahan yang baik hanya apabila raja yang memimpin adalah orang yang berdasarkan pengalaman yang dimilikinya selalu bertindak hal hal yang bijaksana. Dan untuk menemukan orang yang seperti ini merupakan sesuatu yang sulit, sehingga monarki sangat rentan untuk beralih kepada bentuk tirani. Menurut Aristoteles, Aristokrasi merupakan sesuatu bentuk yang lebih baikdari Monarki. Hal ini disebabkan karena dalam Aristokrasi, pemerintahan tidak hanya dikendalikan oleh satu orang saja, melainkan oleh sekelompok orang yang mempunyai sifat yang baik. Namun hampir menjadi sesuatu yang tak mungkin menemukan sekelompok orang yang seperti ini. Sehingga bentuk Aristokrasi besar kemungkinan akan jatuh kedalam bentuk Oligarki. Maka dari itu, menurut Aristoteles politeia merupakan bentuk pemerintahan yang paling baik. Hal ini disebabkan karena dalam politeia setiap individu berkuasa atas sesamanya dan begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain kekuasaan pemerintahan tersebut berada di tangan khalayak umum. Yang membedakan Politeia dengan demokrasi adalah karena Politeia merupakan bentuk demokrasi yang lebih moderat yang dalam hal kebebsannya di ikat oleh konstitusi yang menjadi acuan dari pelaksanaan sistem pemerintahan.
            Menurut Aristoteles, yang menjadi landasan mendasar dari sebuah sisitem demokrasi adalah kebebasan, dan salah satu prinsip dari kebebasan tersebut adalah setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk memerintah secara bergantian. Namun permasalahannya adalah, jika kebebsan tersebut diberikan kepada setiap individu, tentu akan terjadi benturan akan maksud dari kebebasan dari masing individu individu tersebut. Dan yang menjadi pertanyaan adalah kehendak siapa yang kemudian menjadi acuan bersama? Aristoteles berpendapat bahwa yang menjadi acuan bersama dalam hal ini adalah apa yang dikatakan sebagai kehendak bersama. Aristoteles melihat bahwa keberadaan orang miskin jauh lebih banyak dari orang kaya. Jadi hampir dapat dipastikan bahwa yang akan menjadi acuan bersama dalah apa yang menjadi kehendak dari orang miskin tersebut.      
Hal lainnya yang dikemukan Aristoteles adalah bahwa setiap individu harus hidup sesuai dengan kemauan dia. Artinya setiap individu harus diberikan kebebasan dalam menentukan hidupnya tanpa mendapat kendali dari orang lain, karena apabila individu tersebut tidak dapat hidup sesuka dia, maka hal tersebut sama saja seperti budak. Oleh sebab itu muncul anggapan bahwa setiap individu tidak dapat dikuasi oleh orang lain jika hal itu mungkin terjadi, dan kalau hal tersebut tidak mungkin terjadi, maka setiap individu diberikan kesempatan untuk menguasai dan dikuasai, dengan kata lain hal seperti ini telah memperkuat prinsip kebebasan yang di dasarkan pada asas persamaan.
Aristoteles menjelaskan ada berbagai bentuk demokrasi. Bentuk yang pertama menegaskan bahwa sudah menjadi sesuatu yang lumrah jika orang yang miskin tidak mendapatkan keuntungan yang lebih baik dari orang yang lebih kaya, namun tetap saja diantara dua pihak ini tidak ada yang boleh menjadi tuan/budak, melainkan keduanya sama. Prinsip yang digunkaan untuk mewujudkan asas persamaan yang ada dalam demokrasi adalah dengan cara saling berbagi. Dan tetap saja yang menjadi penentu dalam hal ini adalah kehendak mayoritas. Bentuk kedua menjelaskan bahwa pemirintah dipilih berdasarkan kualifikasi kepemilikan tertentu (kepemiliakan yang sedikit). Artinya kepemilikan yang dimaksud merupakan sesuatu yang dimiliki oleh sedikit orang, sehingga menjadi lebih gampang dalam menentukan siapa yang memerintah. Sebagai contoh misalnya kepemilikan akan harta/uang. Individu-individu yang memiliki harta yang telah dipersyaratkan akan diberikan kesempatan dalam mengambil alih dalam pemerintahan, sedangkan mereka yang tidak memiliknya akan kehilangan hak haknya. Bentuk ketiga dari demokrasi tersebut menjelaskan bahwa setiap individu yang tidak terkena diskualifikasi tersebut (telah memenuhi syarat atas kualifikasi yang diberikan) memperoleh kesempatan ikut ambilan dalam pemerintahan, namun statusnya masih dibawahi oleh hukum yang menjadi kedaulatan tertinggi. Artinya setiap individu/golongan termasuk pemerintah, statusnya tetap terikat oleh hukum yang berlaku. Bentuk keempat dari demokrasi tersebut menjelaskan bahwa setiap individu asal dia termasuk warga negara (tidak memakai kualifikasi apapun kecuali status warga negara) mempunyai kesempatan yang sama untuk andil diri dalam pemerintahan, namun konstitusi/hukum tetap menjadi starata yang paling tinggi. Bentuk kelima dari demokrasi menegaskan bahwa semua aspek dari demokrasi yang sebelumnya tetap sama keadaannya, namun yang menjadi strata tertinggi bukanlah hukum melainkan rakyat sendiri. Kedudukan rakyat berada diatas hukum. Namun bentuk negara yang seperti ini sangat rentan dari gangguan demagog (penghasut). Karena para demagog bisa saja menyebarkan isu isu negatif yang membuat keadaan semakin kacau.
Menurut aristoteles, dalam sebuah negara terdapat tiga unsur kelas sosial, pertama kelas yang kaya, kedua kelas yang miskin, dan yang ketiga kelas yang rata rata saja. Dan menurut Aristoteles, dalam sebuah negara, idealnya komposisi masyarakat lebih baik yang kekayaannya rata rata saja (sedang). Hal ini karena kelompok yang memiliki kekayaan yang rata rata saja lebih mudah untuk menyesuaikan diri pada prinsip prinsip rasional. Kondisi ini disebabkan karena kelas yang kaya akan sangat merasa sepele akan prinsip rasional tersebut karena mereka beranggapan mereka melebihi dari prinsip rasional tersebut. Sedangkan kelas yang miskin akan sangat sulit untuk mengikuti prinsip rasional tersebut dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki. Kelas yang kaya akan sangat sulit untuk menaati peraturan oleh karena mereka menganggap mereka mempunyai kelebihan tersendiri dan tidak perlu mengikatkan diri pada peraturan peraturan yang ada. Sedangkan kelas yang miskin akan sangat sulit untuk mengikuti peraturan yang sekali lagi disebabkan karena keterbatasan mereka. Jadi kelas yang diharapkan mampu menaati peraturan ada;lah kelas yang ada ditengah ditengah yang mempunyai kekayaan yang rata rata saja.
Oleh sebab itu, jelaslah bahwa sebuah negara yang demokrasi lebih baik dari pada negara oligarki yang disebabkan karena keberadaan kelas menengah yang lebih banyak pada negara demokrasi. Dan jika kelas menengah tidak bersifat dominan dan justru kaum yang miskin yang lebih besar, maka negara tersebut akan mengalami kekacauan dan bahkan negara tersebut akan berakhir.



           

7 komentar: