Rabu, 03 Oktober 2012

“Konflik” Dalam Pandangan Marxist


“Konflik” Dalam Pandangan Marxist

            Konflik dalam pandangan marxist secara sederhana dapat didefenisikan sebagai pertentangan antar kelas. Kelas yang dimaksud adalah kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis diartikan sebagai kelompok yang memiliki alat-alat produksi, sedangkan kelas buruh/ proletar adalah kelompok yang tidak memiliki alat alat produksi. Konflik terjadi karena adanya kepentingan yang sifatnya bertolak belakang diantara kedua kelas tersebut. Disatu sisi kelas borjuis menginginkan hasil produksi yang tinggi yang dibangarengi dengan biaya produksi yang rendah. Sedangkan kelas proletar menginkan jam kerja yang relatif rendah dengan harapan penghasilan yang lumayan demi melangsungkan kehidupan mereka. Pertentangan diantara kedua kelas ini terletak pada kepentingan mereka masing masing.  Kepentingan kaum borjuis yang menginginkan biaya produksi yang rendah adalah dengan cara menekan upah buruh serendah mungkin. Sedangkan unutk meningkatkan hasil produksi, kelas borjuis harus mengeluarkan kebijakan untuk menambah jam kerja para buruh setinggi mungkin.
            Ketika kelas buruh mengalami tekanan dalam hal jumlah jam kerja yang terlalu tinggi, maka secara lingkungan sosial mereka telah tereksploitasi. Pengeksploitasian sosial terjadi karena kelas buruh tidak lagi dapat bersosialisasi dengan lingkungannya (bahkan keluarganya) diakibatkan karena waktunya telah habis untuk jam kerja yang telah dipatok oleh kelas borjuis. Kondisi seperti ini dalam istilah marx disebut sebagai proses alienasi. Alienasi merupakan sebuah keadaan dimana manusia berada dalam keterasingan terhadap lingkungan sosialnya di karenakan tidak lagi melakukan sosialisasi terhadap lingkungannya tersebut. Bagi marx kondisi seperti ini berarti telah memperlakukan manusia seperti apa yang seharusnya, yaitu menjadikan manusia sebagai mahkluk sosial.
            Kondisi keterasingan kelas buruh dari lingkungan sosialnya bukan satu satunya penindasan yang diderita oleh kelas tersebut. Bentuk penindasan lain yang di rasakan kaum buruh adalah upah yang diberikan oleh kelas borjuis sangat kecil sekalipun mereka telah bekerja dengan jam kerja yang sangat tinggi. Namun walaupun demikian, menjadi buruh adalah satu satunya pilihan bagi mereka untuk melangsungkan kehidupannya. Hal itu disebabkan karena zaman telah berganti ke masa industri. Dimana segala kegiatan produksi di kerjakan oleh mesin mesin yang dalam hal ini disebut sebagai alat produksi. Sehingga hanya orang orang yang memiliki alat produksi saja yang dapat melakukan kegiatan produksi.
            Letak permasalahan yang dihadapi oleh kelas buruh tersebut adalah tidak adanya kepemilikan akan mesin-mesin atau alat produksi tersebut. Alat alat produksi hanya di miliki oleh para kaum borjuis. Sehingga hal ini menyebabkan tidak ada jalan lain bagi para proletar untuk melanjutkan hidupnya kecuali menjadi buruh. Menjadi buruh adalah satu satunya pilihan bagi proletar sekalipun mereka secara terus menerus mengalami penindasan dari kelas borjuis. Marxist theory melihat bahwa kepemilikan alat alat produksi oleh kelas borjuis adalah karena mereka memiliki modal(kapital) untuk memiliki alat alat produksi tersebut. Sedangkan disisi lain ketidak mampuan kaum proletar untuk memiliki alat alat produksi adalah karena tidak memiliki modal. Kemudian marx menyimpulkan bahwa sisitem seperti ini adalah sebuah sistem yang dinamakan kapitalisme, dimana para pemilik modal (kapital) lah yang menguasai roda ekonomi.
            Sistem kapitalisme yang seperti itu telah membuat jarak antara kelas pemodal dan proletar semakin sangat jauh dalam segi pendapatan. Karena jumlah produksi yang dihasilkan berbanding terbalik terhadap upah buruh yang diperoleh. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekonomi akan semakin tinggi jika sistem ini semakin lama diterapkan. Marxist theory melihat sangat jelas bahwa terjadi ketidakadilan dalam sistem kapitalisme tersebut. Dimana kelas buruh dengan jumlah jam kerja yang sangat tinggi mendapatkan upah yang rendah, sedangkan kelas borjuis yang hanya menanamkan modal semata justru mendapatkan hasil yang berlipat lipat banyaknya. Dari sinilah kemudian marxist theory melihat ada sesuatu yang salah dalam sistem ini.
            Marxist theory kemudian melihat bahwa yang menjadi faktor vital dalam permasalahan ini adalah masalah kepemilikan modal. Dimana tidak adanya modal para kau proletar telah membawa mereka hanya bisa menjadi buruh dan sangat berat untuk mensejahterahkan hidupnya. Kemudian apakah kelas buruh akan hidup seperti ini terus menerus dalam melangsungkan hidupnya? Apakah ada cara lain untuk memperoleh alat alat produksi sehingga kaum proletar dapat melakukan kegiatan produksi? Masalah diatas adalah dua pertanyaan besar yang difokuskan oleh marxist theory. Jika kondisi diatas terus dibiarkan maka tidaklah mungkin bagi kelas buruh untuk mencapai titik kesejahteraannya dan justru semakin hidup dalam kemelaratan dalam kondisi yang tertindas. Dimana disisi lain hanya akan menguntungkan pihak pemilik alat alat produksi saja.
            Jalan satu satunya agar kelas buruh dapat merubah kondisi sosialnya adalah dengan cara memiliki alat alat produksi tersebut. Tidak adanya kepemilikan modal di dalam kelas buruh tentunya telah membuat mereka tidak mampu memiliki alat alat produksi. Jalan satu satunya untuk mendapatkan alat alat produksi tersebut adalah dengan merebutnya dari tangan tangan borjuis. Hal ini lah yang kemudian oleh marxist theory dinamakan sebagai revolusi. Menurut marxist theory konflik itu terjadi karena adanya perlawanan dari pihak buruh terhadap kelas borjuis. Perlawan ini bertujuan unutk merebut alat alat produksi yang dimiliki oleh kelas borjuis dimana alat alat pruduksi tersebut yang selam ini menjadi nilai lebih dalam mempengaruhi kondisi ekonomi mereka.
            Revolusi adalah jalan satu satunya untuk mengentikan tindakan yang dilakukan oleh kaum borjuis yang selama ini sifaynya menindas para buruh. Untuk melakukan revolusi tersebut, marxist theory beranggapan bahwa kelas buruh harus tersadarkan secara kelompok. Mereka harus sadar bahwa mereka telah mengalami penindasan yang seharusnya tidak menimpa mereka. Untuk menumbuhkan kesadaran kelompok ini, dibutuhkan daya kritis dari kelas buruh tersebut. Daya kritis dapat ditumbuhkan dengan cara membentuk organisasi buruh yang dinamakan sebagai serikat buruh. Revolusi harus secepatnya dilakukan unutk mengakhiri penindasan yang selama ini dilakukan oleh kelas borjuis. Jadi konflik antara kelas borjuis dan proletar adalah sebuah fenomena sosial dimana kelas buruh melakukan perlawanan sosial menuntut hak hak mereka sebagai makhluk sosial.
            Dalam pandangan marxist theory bahwa sistem kapitalisme yang sifatnya menindas itu akan hancur tidak hanya faktor revolusi yang dilakukan oleh kelas buruh. Melainkan juga karena persaingan sesama pemilik modal yang membuat kelas borjuis itu semakin lama semakin berkurang. Revolusi yang menyebabkan konflik adalah jalan satu satunya untuk merebut alat alat produksi dari kelas borjuis. Karena dengan direbutnya alat alat produksi dari kelas borjuis maka kegiatan produksi tidak akan berlangung dan dengan sendirinya para borjuis tidak akan dapat melakukan penindasan terhadap para buruh karena kepemilikannya akan alat alat produksi sudah tidak ada lagi.
            Alat alat produksi yang telah berhasil direbut dari kaum borjuis itu kemudian menimbulkan pertanyaan kepada siapa kemudian akan diberikan. Marxist theory beranggapan bahwa disinilah pentingnya peran negara. Negaralah yang seharusnya menjadi lembaga atasa kepemilikan alat  alat produksi tersebut. Karena memang tugas negara adalah untuk mengayomi dan mensejahterahkan rakyatnya. Jadi seluruh alat alat produksi harus diserahkan kepada negara, dan negara lah satu satunya oknum yang berhak atas kegiatan produksi untuk kemudian hasilnya digunakan bagi kesejahteraan rakyatnya. Sehingga dengan kondisi ini tidak ada lagi pihak lain diluar negara yang menguasai alat alat produksi. Karena jika kepemilikan alat produksi di kelola oleh individu tertentu (pihak swasta) maka akana terjadi lagi determinasi ekonomi seperti yang sebelumnya pernah terjadi.
            Dalam perkembangannya ternyata marxist theory melihat bahwa kepemilikan alat alat produksi oleh negara tidak menjamin berakhirnya penindasan dan terciptanya kesejahteraan dalam masyarakat. Tetapi ternyata negara justru menjadi jelmaan baru dari kelas kelas yang sifatnya menindas tersebut. Marxist theory melihat bahwa negara ternyata hanyalah sekelompok oknum oknum borjuis yang berlindung dibalik topeng negara demi melakukan aksinya dalam menindas rakyatnya. Itu artinya kondisi ini tidak jauh berbeda dari apa yang telah terjadi sbelumnya. Dimana jika sebelumnya kelas borjuis mempunyai kepemilikan dominan atas alat alat produksi melalui industri yang mereka miliki, maka kali ini alat alat produksi tersebut mereka miliki dalam kepemilikan negara yang mereka pimpin.
            Marxist theory kemudian melihat bahwa kepemilikan alat alat produksi tersebut seharusnya dikelola langsung oleh kaum proletar. Karena hanya kaum proletarlah yang terlepas dari tangan tangan borjuis. Oleh sebab itu perlu dilakukan revolusi yang lebih besar untuk melawan negara yang didalamnya telah dikendalikan oleh kelompok kelompok borjuis baru. Revolusi harus dilakukan untuk mengambil kembali alat alat produksi tersebut dan kepemilikannya diambil alih langsung oleh kaum proletar. Agar alat alat produksi tersebut mampu dikelola dengan baik oleh kaum proletar, maka diperlukan sebuah tatanan masyarakat yang lebih sadar dan mengedepankan prinsip sama rata sama rasa. Masyarakat yang secara kondisi sosial telah tersadarkan tersebut dinamakan sebagai masyarakat komunis. Sehingga dengan terciptanya masyarakat komunis tersebut, maka peran negara tidak lagi diperlukan keberadaannya.


Sumber bacaan
Ken Budha Kusumanduru, Karl Marx, Revolusi dan sosialisme, Resit book. 2006
Michael Newman, Sosialisme Abad 21, Resist Book. 2006
Henry Schmandt, Filsafat Politik, Pustaka Pelajar. 2004
Vedi R Hadiz, Politik Pembebasan, Pustaka pelajar&insist press. 1999
Joseph Losco& Leonard Williams, Political Theory, Rajawali Press. 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar