“Konflik”
Dalam Pandangan Marxist
Konflik
dalam pandangan marxist secara sederhana dapat didefenisikan sebagai pertentangan
antar kelas. Kelas yang dimaksud adalah kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas
borjuis diartikan sebagai kelompok yang memiliki alat-alat produksi, sedangkan
kelas buruh/ proletar adalah kelompok yang tidak memiliki alat alat produksi.
Konflik terjadi karena adanya kepentingan yang sifatnya bertolak belakang
diantara kedua kelas tersebut. Disatu sisi kelas borjuis menginginkan hasil
produksi yang tinggi yang dibangarengi dengan biaya produksi yang rendah.
Sedangkan kelas proletar menginkan jam kerja yang relatif rendah dengan harapan
penghasilan yang lumayan demi melangsungkan kehidupan mereka. Pertentangan
diantara kedua kelas ini terletak pada kepentingan mereka masing masing. Kepentingan kaum borjuis yang menginginkan biaya
produksi yang rendah adalah dengan cara menekan upah buruh serendah mungkin.
Sedangkan unutk meningkatkan hasil produksi, kelas borjuis harus mengeluarkan
kebijakan untuk menambah jam kerja para buruh setinggi mungkin.
Ketika
kelas buruh mengalami tekanan dalam hal jumlah jam kerja yang terlalu tinggi,
maka secara lingkungan sosial mereka telah tereksploitasi. Pengeksploitasian
sosial terjadi karena kelas buruh tidak lagi dapat bersosialisasi dengan
lingkungannya (bahkan keluarganya) diakibatkan karena waktunya telah habis
untuk jam kerja yang telah dipatok oleh kelas borjuis. Kondisi seperti ini
dalam istilah marx disebut sebagai proses alienasi. Alienasi merupakan sebuah
keadaan dimana manusia berada dalam keterasingan terhadap lingkungan sosialnya
di karenakan tidak lagi melakukan sosialisasi terhadap lingkungannya tersebut.
Bagi marx kondisi seperti ini berarti telah memperlakukan manusia seperti apa
yang seharusnya, yaitu menjadikan manusia sebagai mahkluk sosial.
Kondisi
keterasingan kelas buruh dari lingkungan sosialnya bukan satu satunya
penindasan yang diderita oleh kelas tersebut. Bentuk penindasan lain yang di
rasakan kaum buruh adalah upah yang diberikan oleh kelas borjuis sangat kecil
sekalipun mereka telah bekerja dengan jam kerja yang sangat tinggi. Namun
walaupun demikian, menjadi buruh adalah satu satunya pilihan bagi mereka untuk
melangsungkan kehidupannya. Hal itu disebabkan karena zaman telah berganti ke
masa industri. Dimana segala kegiatan produksi di kerjakan oleh mesin mesin
yang dalam hal ini disebut sebagai alat produksi. Sehingga hanya orang orang
yang memiliki alat produksi saja yang dapat melakukan kegiatan produksi.
Letak
permasalahan yang dihadapi oleh kelas buruh tersebut adalah tidak adanya
kepemilikan akan mesin-mesin atau alat produksi tersebut. Alat alat produksi
hanya di miliki oleh para kaum borjuis. Sehingga hal ini menyebabkan tidak ada
jalan lain bagi para proletar untuk melanjutkan hidupnya kecuali menjadi buruh.
Menjadi buruh adalah satu satunya pilihan bagi proletar sekalipun mereka secara
terus menerus mengalami penindasan dari kelas borjuis. Marxist theory melihat
bahwa kepemilikan alat alat produksi oleh kelas borjuis adalah karena mereka
memiliki modal(kapital) untuk memiliki alat alat produksi tersebut. Sedangkan
disisi lain ketidak mampuan kaum proletar untuk memiliki alat alat produksi
adalah karena tidak memiliki modal. Kemudian marx menyimpulkan bahwa sisitem seperti
ini adalah sebuah sistem yang dinamakan kapitalisme, dimana para pemilik modal
(kapital) lah yang menguasai roda ekonomi.
Sistem
kapitalisme yang seperti itu telah membuat jarak antara kelas pemodal dan
proletar semakin sangat jauh dalam segi pendapatan. Karena jumlah produksi yang
dihasilkan berbanding terbalik terhadap upah buruh yang diperoleh. Hal ini lah
yang kemudian menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekonomi
akan semakin tinggi jika sistem ini semakin lama diterapkan. Marxist theory
melihat sangat jelas bahwa terjadi ketidakadilan dalam sistem kapitalisme
tersebut. Dimana kelas buruh dengan jumlah jam kerja yang sangat tinggi
mendapatkan upah yang rendah, sedangkan kelas borjuis yang hanya menanamkan
modal semata justru mendapatkan hasil yang berlipat lipat banyaknya. Dari
sinilah kemudian marxist theory melihat ada sesuatu yang salah dalam sistem
ini.
Marxist
theory kemudian melihat bahwa yang menjadi faktor vital dalam permasalahan ini
adalah masalah kepemilikan modal. Dimana tidak adanya modal para kau proletar
telah membawa mereka hanya bisa menjadi buruh dan sangat berat untuk
mensejahterahkan hidupnya. Kemudian apakah kelas buruh akan hidup seperti ini
terus menerus dalam melangsungkan hidupnya? Apakah ada cara lain untuk
memperoleh alat alat produksi sehingga kaum proletar dapat melakukan kegiatan
produksi? Masalah diatas adalah dua pertanyaan besar yang difokuskan oleh
marxist theory. Jika kondisi diatas terus dibiarkan maka tidaklah mungkin bagi
kelas buruh untuk mencapai titik kesejahteraannya dan justru semakin hidup
dalam kemelaratan dalam kondisi yang tertindas. Dimana disisi lain hanya akan
menguntungkan pihak pemilik alat alat produksi saja.
Jalan
satu satunya agar kelas buruh dapat merubah kondisi sosialnya adalah dengan
cara memiliki alat alat produksi tersebut. Tidak adanya kepemilikan modal di
dalam kelas buruh tentunya telah membuat mereka tidak mampu memiliki alat alat
produksi. Jalan satu satunya untuk mendapatkan alat alat produksi tersebut
adalah dengan merebutnya dari tangan tangan borjuis. Hal ini lah yang kemudian
oleh marxist theory dinamakan sebagai revolusi. Menurut marxist theory konflik
itu terjadi karena adanya perlawanan dari pihak buruh terhadap kelas borjuis.
Perlawan ini bertujuan unutk merebut alat alat produksi yang dimiliki oleh
kelas borjuis dimana alat alat pruduksi tersebut yang selam ini menjadi nilai
lebih dalam mempengaruhi kondisi ekonomi mereka.
Revolusi
adalah jalan satu satunya untuk mengentikan tindakan yang dilakukan oleh kaum borjuis
yang selama ini sifaynya menindas para buruh. Untuk melakukan revolusi
tersebut, marxist theory beranggapan bahwa kelas buruh harus tersadarkan secara
kelompok. Mereka harus sadar bahwa mereka telah mengalami penindasan yang
seharusnya tidak menimpa mereka. Untuk menumbuhkan kesadaran kelompok ini,
dibutuhkan daya kritis dari kelas buruh tersebut. Daya kritis dapat ditumbuhkan
dengan cara membentuk organisasi buruh yang dinamakan sebagai serikat buruh.
Revolusi harus secepatnya dilakukan unutk mengakhiri penindasan yang selama ini
dilakukan oleh kelas borjuis. Jadi konflik antara kelas borjuis dan proletar
adalah sebuah fenomena sosial dimana kelas buruh melakukan perlawanan sosial
menuntut hak hak mereka sebagai makhluk sosial.
Dalam
pandangan marxist theory bahwa sistem kapitalisme yang sifatnya menindas itu
akan hancur tidak hanya faktor revolusi yang dilakukan oleh kelas buruh.
Melainkan juga karena persaingan sesama pemilik modal yang membuat kelas
borjuis itu semakin lama semakin berkurang. Revolusi yang menyebabkan konflik
adalah jalan satu satunya untuk merebut alat alat produksi dari kelas borjuis.
Karena dengan direbutnya alat alat produksi dari kelas borjuis maka kegiatan
produksi tidak akan berlangung dan dengan sendirinya para borjuis tidak akan
dapat melakukan penindasan terhadap para buruh karena kepemilikannya akan alat
alat produksi sudah tidak ada lagi.
Alat
alat produksi yang telah berhasil direbut dari kaum borjuis itu kemudian
menimbulkan pertanyaan kepada siapa kemudian akan diberikan. Marxist theory
beranggapan bahwa disinilah pentingnya peran negara. Negaralah yang seharusnya
menjadi lembaga atasa kepemilikan alat
alat produksi tersebut. Karena memang tugas negara adalah untuk
mengayomi dan mensejahterahkan rakyatnya. Jadi seluruh alat alat produksi harus
diserahkan kepada negara, dan negara lah satu satunya oknum yang berhak atas
kegiatan produksi untuk kemudian hasilnya digunakan bagi kesejahteraan
rakyatnya. Sehingga dengan kondisi ini tidak ada lagi pihak lain diluar negara
yang menguasai alat alat produksi. Karena jika kepemilikan alat produksi di
kelola oleh individu tertentu (pihak swasta) maka akana terjadi lagi
determinasi ekonomi seperti yang sebelumnya pernah terjadi.
Dalam
perkembangannya ternyata marxist theory melihat bahwa kepemilikan alat alat
produksi oleh negara tidak menjamin berakhirnya penindasan dan terciptanya
kesejahteraan dalam masyarakat. Tetapi ternyata negara justru menjadi jelmaan
baru dari kelas kelas yang sifatnya menindas tersebut. Marxist theory melihat
bahwa negara ternyata hanyalah sekelompok oknum oknum borjuis yang berlindung
dibalik topeng negara demi melakukan aksinya dalam menindas rakyatnya. Itu
artinya kondisi ini tidak jauh berbeda dari apa yang telah terjadi sbelumnya.
Dimana jika sebelumnya kelas borjuis mempunyai kepemilikan dominan atas alat
alat produksi melalui industri yang mereka miliki, maka kali ini alat alat
produksi tersebut mereka miliki dalam kepemilikan negara yang mereka pimpin.
Marxist
theory kemudian melihat bahwa kepemilikan alat alat produksi tersebut
seharusnya dikelola langsung oleh kaum proletar. Karena hanya kaum proletarlah
yang terlepas dari tangan tangan borjuis. Oleh sebab itu perlu dilakukan
revolusi yang lebih besar untuk melawan negara yang didalamnya telah dikendalikan
oleh kelompok kelompok borjuis baru. Revolusi harus dilakukan untuk mengambil
kembali alat alat produksi tersebut dan kepemilikannya diambil alih langsung
oleh kaum proletar. Agar alat alat produksi tersebut mampu dikelola dengan baik
oleh kaum proletar, maka diperlukan sebuah tatanan masyarakat yang lebih sadar
dan mengedepankan prinsip sama rata sama rasa. Masyarakat yang secara kondisi
sosial telah tersadarkan tersebut dinamakan sebagai masyarakat komunis.
Sehingga dengan terciptanya masyarakat komunis tersebut, maka peran negara
tidak lagi diperlukan keberadaannya.
Sumber bacaan
Ken Budha Kusumanduru, Karl Marx, Revolusi dan sosialisme, Resit book. 2006
Michael Newman, Sosialisme Abad 21, Resist Book. 2006
Henry Schmandt, Filsafat Politik, Pustaka Pelajar. 2004
Vedi R Hadiz, Politik
Pembebasan, Pustaka pelajar&insist press. 1999
Joseph Losco& Leonard Williams, Political Theory, Rajawali Press. 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar